Thursday, 23 May 2013

Obat Palsu, Hati hati Terhadap Obat Palsu dan Tips cara Mengenali Obat Palsu

Obat Net Obat Palsu, Hati hati Terhadap Obat Palsu dan Tips cara Mengenali Obat Palsu
Pegobatan Lewat Internet

Bila Anda merasa beruntung membeli obat dengan harga miring, harap hati-hati. Salah-salah, setelah meminumnya, bukannya sembuh dari penyakit, justru anda diantar menuju kematian. Jangan-jangan obat berharga murah itu palsu. Bukannya mengandung zat penyembuh, melainkan berisi bahan-bahan mematikan.

Pemalsuan obat di Indonesia masih menjadi masalah yang sangat mengkhawatirkan sampai saat ini. Obat-obat palsu yang beredar di Indonesia didapat dari impor ilegal atau diproduksi secara lokal oleh produsen ilegal. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) awal bulan April lalu merilis bahwa 0,4% dari obat yang beredar adalah palsu. Nilainya mencapai 192 miliar dari total pasar farmasi yang sebesar 48 Triliun. BPOM menyampaikan bahwa obat palsu yang diproduksi amat mirip dengan aslinya dan dengan kemasan yang lebih bagus. 

Obat palsu dapat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyarakat dan dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan, bahkan hingga kematian. Adanya kasus pemalsuan obat di Indonesia, menuntut perlunya komitmen dan peran aktif dari berbagai pihak, termasuk perusahaan farmasi, dokter dan apoteker untuk bersama-sama memerangi peredaran obat palsu, serta pengetahuan masyarakat dalam mengenali produk palsu.

Hasil penelitian Victory Project yang dilakukan Universitas Indonesia – Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) menemukan bahwa 45% produk PDE5 Inhibitor (Sildenafil) yang dijual di Indonesia adalah obat palsu. 

Menurut MIAP (Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan), banyaknya obat palsu yang mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan karena tidak dibuat sesuai dengan standard merupakan salah satu pemicu persoalan obat palsu. Hal ini sebagaimana penelitian terkini, Victory Project yang dilakukan oleh Prof. DR. Dr. Akmal Taher, SpU-K dari Departemen Urology, Fakultas Kedokteran FKUI-RSCM. 

Victory Project, bertujuan untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana masalah produk obat palsu khususnya produk PDE5 Inhibitor (Sildenafil) atau juga dikenal sebagai obat terapi disfungsi ereksi, melalui penyelenggaraan riset di 4 wilayah di Indonesia. Riset ini dilakukan dengan menggunakan metode mystery shopping yang dilakukan pada berbagai macam outlet penjualan termasuk Toko Obat, Apotek, Penjual obat di jalan dan juga pembelian melalui online. 

”Masalah obat-obatan palsu adalah masalah yang amat berbahaya dan berkembang terus termasuk di Indonesia, dan sekarang ini semua jenis obat dapat menjadi target pemalsuan, baik obat bermerek ataupun obat yang generik”, kata Ketua MIAP, Widyaretna Buenastuti. 

Obat-obatan palsu tidak hanya berakibat dan menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat, tetapi secara ekonomi juga merugikan bagi masyarakat dan juga berdampak terhadap ekonomi nasional. 

Widyaretna menambahkan, sudah saatnya semua pihak bergotong royong untuk melindungi masyarakat Indonesia dari bahayanya peredaran obat palsu. Harapan dari pemberantasan obat palsu adalah masyarakat yang lebih sehat, produktifitas meningkat, ekonomi nasional membaik dan kemajuan bagi bangsa dan Negara Indonesia”.

Dari obat-obatan yang sering dipalsukan di Indonesia, obat-obatan yang terkait dengan terapi disfungsi ereksi atau dikenal dengan sebutan PDE5 Inhibitor (phosphodiesterase type 5 inhibitor) menjadi salah satu dari obat yang juga kerap dipalsukan. 

Riset Victory Project dilakukan di 4 wilayah di Indonesia meliputi Jabodetabek, Bandung, Jawa Timur (Surabaya & Malang) serta Medan dengan sampel obat yang dibeli adalah Sildenafil yang dibeli lewat berbagai outlet penjualan baik Apotek (Umum, jaringan, RS), Toko obat, Penjual pinggir jalan (Jakarta & Surabaya) serta lewat pembelian online di 3 situs yang menawarkan. 

Hasil riset tersebut yang mengambil sebanyak 518 jumlah tablet dari 157 outlet menunjukkan bahwa tingkat pemalsuan obat jenis ini mencapai 45%. Yang perlu menjadi perhatian dari hasil riset ini adalah penetrasi penyebaran obat palsu PDE5 Inhibitor ternyata juga bisa menembus masuk ke apotek. 

Dari 518 jumlah tablet yang diuji menunjukkan obat palsu jenis PDE5i yang dijual oleh penjual pinggir jalan 100% palsu, sedangkan dari toko obat sebanyak 56% palsu, lewat situs internet 33% palsu dan di Apotik dengan prosentase terendah yaitu 13% palsu. 

Dalam hasil uji ditemukan bahwa di dalam obat PDE5i yang palsu ditemukan kandungan bahan aktif yang kurang atau ada yang berlipat atau melebihi kadar yang seharusnya. Sedangkan berdasarkan wilayah penelitian, di wilayah Jabodetabek dan Jawa Timur ditemukan jumlah obat palsu jenis ini mencapai 50%, sementara di Bandung dan Medan prosentasenya mencapai 18% dan 20%.

“Hasil riset Project Victory ini menggambarkan bahwa kewaspadaan terhadap peredaran obat palsu perlu semakin diperhatikan oleh semua kalangan. Para Dokter, yang berhubungan langsung dengan pasien pengguna obat perlu untuk kembali mengingatkan pasien agar selalu mengupayakan untuk membeli obat-obatan hanya di tempat-tempat resmi; Para konsumen pembeli obat juga harus cermat dalam membeli obat, jika ada keraguan terhadap keaslian obat, jangan ragu untuk bertanya kepada dokter, apoteker atau langsung ke produsen pembuat obat dan juga dapat menyampaikan ke pihak berwenang”, ujar Widyaretna. 

Widyaretna menegaskan, ”Perang terhadap obat palsu merupakan tanggung jawab bersama dari berbagai pihak, mulai dari pihak otoritas atau pemerintah, perusahaan obat, para professional kesehatan, termasuk juga LSM-LSM serta tentunya penting untuk mengedukasi publik terhadap resiko dan dampak obat palsu serta bagaimana mengenali mana obat asli dan mana yang palsu”.

Hasil penelitian menunjukkan adanya kandungan berbahaya pada obat palsu. DR. Melva Louisa, S.Si, M.Biomed dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyatakan, “Dari sisi kesehatan sudah tentu obat palsu yang didalamnya mungkin mengandung zat berbahaya atau tidak dibuat dengan takaran sebenarnya, berkisar dari sangat kecil hingga sangat berlebihan, pasti berakibat pada pengobatan pasien, bisa tidak kunjung sembuh, resisten terhadap pengobatan, sehingga kondisi makin memburuk dan bahkan dalam kondisi ekstrem dan hal ini dapat menimbulkan kematian”. 

Lebih lanjut menanggapi hasil survey Victory Project, DR. Melva menyatakan,”Hasil survey ini juga merupakan salah satu bentuk peringatan kepada berbagai pihak akan masalah obat palsu, agar kita semua alert dan mengambil langkah dalam memerangi obat palsu”. 

Drs. Nurul Falah EP, Apt. Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia menyatakan, IAI tentunya juga amat mendukung perang terhadap obat palsu ini, dan para apoteker sendiri dapat berperan menjadi salah satu key success factor dalam upaya melawan obat palsu. Nurul Falah menambahkan bahwa peran aktif para apoteker dalam perang melawan obat palsu ini adalah memastikan bahwa obat yang disediakan di apotik dibeli dari distributor resmi, dan jangan ragu untuk melaporkan kecurigaan terhadap obat yang diterimanya. ins

”Obat palsu jenis PDE5i yang dijual oleh penjual pinggir jalan 100% palsu, di toko obat 56% palsu, situs internet 33% palsu dan di Apotik dengan prosentase terendah yaitu 13% palsu.” ins


Cara Mengenali Obat Palsu
  • Obat palsu kadang sulit dideteksi karena memang susah dibedakan dari versi aslinya, apalagi hanya dengan kasat mata. Sebagai antisipasi agar tidak tertipu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan tips mengenali obat palsu.
  • Meski tidak selalu berhasil, obat palsu bisa dikenali dari beberapa ciri fisik yang berbeda dari obat aslinya. Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Drs Roland Hutapea, MSc, Apt mengatakan, ciri-ciri yang dimaksud antara lain sebagai berikut.

1. Tablet Mudah Hancur
  • Untuk mendapatkan untung yang lebih besar, para pembuat obat palsu biasanya akan mengorbankan kualitas. Tablet yang rapuh dan mudah hancur merupakan ciri-ciri obat yang kualitasnya di bawah standar, yang artinya obat tersebut kemungkinan besar palsu.

2. Kemasan Berbeda
  • Perbedaan sekecil apapun yang terdapat pada kemasan obat patut dicurigai sebagai ciri-ciri obat palsu. Selain warna yang terlalu gelap atau terlalu terang, kadang-kadang bentuk tulisan serta ukurannya bisa berbeda dari yang asli.

3. Penandaan Mencurigakan
  • Kejanggalan lain yang sering ditemukan pada kemasan obat palsu adalah penandaan yang mencurigakan, misalnya nomor registrasinya salah atau tidak ada tanggal kedaluarsanya. Kadang-kadang, tanggal kedaluarsa atau expiry date (ED) pada obat palsu tidak tercetak melainkan hanya ditempel.
  • Namun ditegaskan oleh Roland, ciri-ciri yang disebutkannya tidak bersifat mutlak. Para pemalsu obat selalu berusaha agar obatnya tampil semirip mungkin dengan aslinya, bahkan stiker hologram yang dulu sulit ditiru kini sudah bisa dipalsukan dengan sangat mirip.

Nah, agar terhindar dari obat palsu berikut beberapa cara yang harus diperhatikan :
  • Belilah obat di tempat penjualan resmi. Obat keras hanya bisa didapatkan di apotek dengan menggunakan resep dokter, sedangkan obat bebas dan obat bebas terbatas dapat dibeli di apotek dan toko obat berizin. 
  • Periksa label yang tercantum pada kemasan obat, yang meliputi nomor izin edar obat yang terdiri dari 15 digit, nama obat, nama dan alamat produsen, serta tanggal kadaluarsa produk. 
  • Periksa kemasan obat dengan teliti. Obat harus tersegel dengan baik, warna dan tulisan pada kemasan masih baik, tidak luntur ataupun cacat lainnya. 
  • Sampaikan kepada dokter apabila tidak memberikan efek terapi yang diharapkan atau tidak ada kemajuan setelah mengonsumsi obat.
Maka beralihlah mengkonsumsi obat herbal (Tanaman Obat Tradisional)

Sumber : http://www.surabayapost.co.id

Semoga bermanfaat
PENTING..!!!
Hanyalah Alloh SWT yang menyembuhkan kita hanya berusaha, sebelum minum obat bacalah Bismillah.

No comments:

Post a Comment